UKHUWAH ISLAMIYAH
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Semester Genap
Mata Kuliah: Hadits
Dosen Pengampu: Prof. DR. H.M.
Erfan Soebahar, M.A.
Disusun oleh:
PAI 2D
KELOMPOK V
Rima Riani (113111140)
Rosi Pertiwi (113111141)
Siti Nur Nikmah (113111142)
Siti Zubaidah (113111143)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
UKHUWAH ISLAMIYAH
I.
PENDAHULUAN
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial,
saling membutuhkan untuk memenuhi keperluan dan meningkatkan taraf hidupnya.
Fitrah inilah yang ditegaskan oleh islam. Lebih lagi terhadap sesama muslim.
Sebagai seorang muslim diwajibkan untuk menjalin tali persaudaraan dengan
muslim lainnya. Dimana persaudaraan itu merupakan pertalian persahabatan yang
serupa dengan hubungan kekeluargaan.
Bahkan islam mengibaratkan persaudaraan dan tali persaudaraan ibarat
sebuah bangunan. Rasul banyak memberikan tuntunan bagaimana seharusnya umat
menjaga persaudaraan. Umat islam tidak boleh saling menyakiti.
Ukhuwah islamiyah biasanya diartikan sebagai
persaudaraan. Kata islamiyah yang dirangkaikan dengan kata ukhwah lebih tepat
dipahami sebagai adjektiv, sehingga ukhuwah islamiyah berarti persaudaraan yang
bersifat islami atau yang diajarkan umat islam. Sesama umat islam hendaknya
saling tolong-menolong, tidak ada kedengkian dan hasad buruk sehingga
menjadikan persaudaraan muslim menjadi jauh karenanya. Dalam Al-Qur’an dan Hadits
telah banyak disebutkan tentang hak dan kewajiban antara sesama muslim. Dan
darinya dapat dirasakan nikmatnya iman.
II.
HADITS DAN PEMBAHASAN
A. Hadits dan terjemahan
1. Hadits ibn Umar tentang orang Muslim itu bersaudara
عَنْ عَبْدِ ا للهِ بْنِ عُمَرَ رَضِى الله عَنْهُمَا اَنٌّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ قالَ الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ
لا يَضْلِمُهُ وَلا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كاَنَ فِي حَاجَةِ أخِيْهِ كَانَ اللهُ فِي
حَاجَتِهِ ( أخرجه البخاري فِي كتاب الاكراه)
Ibnu Umar meriwayatkan, Rasulullah saw.
bersabda: “ seorang muslim adalah saudara dari seorang muslim (lainya); dan dia
tidak akan memperlakukanya tidak adil, atau dia tidak meninggalkanya sendirian
(menjadi korban ketidak adilan orang lain); dan barang siapa memenuhi kebutuhan
saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhanya. (HR Bukhari)[1]
2. Hadits Abu Musa tentang Mukmin itu ibarat bangunan
عَنْ أَبِي مُسَى عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ أِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ
بَعْضًا وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ (أخرجه البخاري في كتاب الصلاة)
Abu Musa meriwayatkan, Nabi saw bersabda: “kaum mukminin adalah bersaudara satu sama lain ibarat
(bagian-bagian dari) suatu bangunan satu bagian memperkuat bagian lainya”.
Dan beliau menyelibkan jari-jari di satu tangan dengan tangan yang lainnya agar
kedua tangannya tergabung. (HR Bukhari)
3. Hadits Ibn Mas’ud tentang larangan memaki dan membunuh muslim
عَنْ عَبْدِاللهِ مَسْعُوْدٍ قَلَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَا لُهُ كُفْرٌ
(أخرجه البخاري في كتاب الاداب)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasul bersabda : “
Mencaci seorang muslim adalah fasik dan membunuhnya adalah kafir”. (HR Bukhari)[2]
4. Hadits Abu Hurairah tentang kewajiban muslim terhadap muslim lain
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَرَضِىَ اللّهُ قَا ل:قَالَ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ
أِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَأِذَا دَعَاكَ فَأَ جِبْهُ وَأِذَا
اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَأِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَسَمِّتْهُ وَأِذَا
مَرِضَ فَعُدْهُ وَأِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ ( أخرجه مسلم في كتاب السلام )
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata Rasulullah saw. Bersabda :” hak seorang
muslim terhadap sesama muslim itu ada enam: jika kamu bertemu dengannya maka
ucapkanlah salam, jika ia mengundangmu maka penuhilah undangnnya, jika ia
meminta nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat, jika ia bersin dan
mengucapkan Alhamdulillah maka doakanlah dengan membaca yaarhamukallah, jika ia
sakit maka jenguklah, dan jika ia meninggal dunia maka iringkanlah
(jenazahnya).” ( HR Muslim)[3]
B. Pembahasan
1. Hadits ibn Umar tentang orang Muslim itu bersaudara
Seorang muslim tidak meninggalkan muslim
lainnya ketika ia disakiti. Bahkan harus melindunginya, menghibur dan
membantunya jangan sampai menghina dan mengejeknya[4].
Seharusnya ia berbuat baik kepada mereka tanpa membedakan yang saleh dan yang
jahat. Dia harus bergaul dengan orang miskin dan anak yatim. Dia harus hormat
terhadap mereka dan berlapang dada kalau mereka bertindak kasar kepadanya. Jika
mereka marah kita tidak boleh memutuskan hubungan. Kewajiban seorang muslim
untuk menyenangkan orang lain dan memenuhi keperluan mereka, ini adalah amal
yang besar nilai moralnya.[5]
2. Hadits Abu Musa tentang Mukmin itu ibarat bangunan
Perumpamaan orang mukmin dengan orang mukmin
lainnya, dimana mereka bagai sebuah bangunan gedung yang unsur-unsurnya tertata
kait-mengait dan saling memperkuat maka komunitas mukmin haruslah bersedia
saling tolong menolong, saling membela, saling mendukung dan saling memperkuat
dalam menghadapi segala kemaslahatan, baik yang bersifat lokal dan interlokal.
Demikian pula kaum muslimin ketika tangan mereka saling merapat, kemampuan
mereka saling membantu, jiwa mereka saling mencintai, masyarakat mereka saling
mengikat, maka mereka bertambah kuat dan akan menciptakan kemuliaan yang megah.[6]
3. Hadits Ibn Mas’ud tentang larangan memaki dan membunuh muslim
Memaki atau mencarut orang islam dan
mengaibkan kehormatannya, ataupun memperkatakan dirinya dengan cara yang
menyinggung perasaannya dan menyakiti hatinya, adalah suatu kefasikan dan
menyimpang dari kebenaran. Membunuh seorang muslim, atau saling membunuh sesama
muslim, adalah suatu pekerjaan kufur. Dalam hadits ini dapat juga dimaknai
bahwa membunuh orang dengan tidak ada jalan yang dibenarkan agama dapat membawa
kepada kekafiran, lantaran membunuh itu suatu perbuatan yang sangat keji dan
disamakan atau diserupakan dengan kekafiran walaupun tidak keluar dari islam.[7]
4. Hadits Abu Hurairah tentang kewajiban muslim terhadap muslim lain
Kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya ada 6
yaitu :
a. Menjawab salam
Mengucapkan salam ketika bertemu dengan muslim lainnya, dan
perintah mengawali salam itu wajib.
Menurut Imam ibnu Abdul Bari mengawali salam itu sunah dan menjawab salam hukumnya
wajib. Menebarkan salam kepada orang yang dikenal atau tidak, akan menumbuhkan
rasa cinta atau sayang sesama muslim. Kata السلام itu merupakan bagian dari asma Allah, ketika
kita mengucapkan السلام عليكم itu berarti semoga engkau dalam bimbingan
Allah. Adapun ucapan salam yang sempurna adalah السلام عليكم ورحمة الله وبركاته . Ketika seorang musalim mendapatkan salam,
wajib ‘ain untuk menjawabnya tetapi ketika musalim bersama muslim lainnya wajib
kifayah untuk menjawab salam.
b. Ketika diundang wajib datang atau memenuhinya. Memenuhi undangan itu wajib
pada setiap undangan, namun ulama merinci atau menkhususkan pada undangan
walimah dan sejenisnya saja. Apabila ada dua undangan dalam waktu yang sama,
undangan yang pertama diterima wajib untuk dipenuhi sedangkan yang kedua sunah
untuk dipenuhi.
c. Memberi nasehat ketika diminta. Dari dhahirnya, memberi nasehat itu wajib
ketika diminta untuk menasehati saja. Diperbolehkan memberi nasihat selama
masih dalam batas amar ma’ruf nahi mungkar dan nasihat itu tidak boleh
menjerumuskan kedalam hal yang negatif.
d. Mendoakan kebagusan untuk orang yang bersin dan memuji kepada Allah. Etika orang yang bersin
adalah menutup hidung dan memelankan suaranya. Ketika ada muslim laki-laki yang
bersin dan mengucap hamdalah maka orang yang mendengarnya sunah menjawab يَرْحَمُكَ اللَه. Jika perempuan, يَرْحَمُكِ اللّه. Kemudian orang yang
bersin tadi mengucapkan yahdikumullah. Kemudian malaikat juga ikut mendoakan
dengan mengucap رَحِمَكُ اللّه atau رَحِمَكِ اللّه. Apabila orang yang bersin tidak mengucapkan hamdalah
maka makruh untuk menjawabnya.[8]
e. Menjenguk orang sakit hukumnya sunat khususnya saudara atau tetangga,
guru-guru, teman. Maka jika seorang muslim mendengar salah satu dari mereka
sakit maka jenguklah untuk mengetahui bagaimana keadaan dan untuk menghiburnya
dan mendoakan kesembuhannya.[9]
f. Ketika ada seorang muslim meninggal hendaknya mengucapkan
أِنَّا للّهِ وَأِنَّا أِلَيْهِ رَا جِعُوْ نْ dan berkunjung
untuk menyatakan berduka cita kepada keluarga yang ditinggalkan serta
mengurangi beban yang ditinggalkan dengan menghiburnya bahwa setiap musibah
pasti ada hikmah.[10]
III.
SIMPULAN
Ukhuwah
islamiyah yang berarti persaudaraan mengajarkan kepada umat islam untuk saling
tolong-menolong, saling menghargai, tidak membeda-bedakan satu sama lain. Umat
muslim satu dengan yang lainnya ibarat bangunan yang yang saling menguatkan.
Tidak dibenarkan menyinggung maupun menyakiti perasaan mereka, itu merupakan
kefasikan. Membunuh sesama muslim sangat tidak dibenarkan karena dapat membawa
kepada kekafiran. Kewajiban sesama muslim diantarany adalah menjawab salam,
memenuhi undangan,
IV.
PENUTUP
Demikian makalah yang kami sajikan, semoga
bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi kita semua. Kami mohon maaf atas
kekurangan yang ada dalam makalah ini. Kami menyadari dalam makalah ini jauh
dari kata sempurna untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif.
DAFTAR PUSTAKA
Al Asqani, Al Hafidz bin Hajar. 2009. Terjamah
lengkap Bulughul Maram. Jakarta :
Akbar.
Al Khauli, Muhammad Abdul Aziz. 2006. Menuju
Akhlak Nabi. Semarang: Pustaka Nuun.
Ali, Maulana Muhammad. 1992. Kitab Hadits
Pegangan. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah.
Ash Shidieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2002. Mutiara
Hadits 1. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Baroja’i Umar bin
Ahmad. Akhlaku lil Banin. Surabaya: Nubhan Wa Auwalawah
Quasem, M. Abdul. 1988. Etika Al Ghozali. Bandung
:Pustaka.
Umaroh, Musthofa Muhammad. 1993. Jaurohirul Bukhori. Mesir: Dharulfikri.
Yamnisshona’i, Syaih Imam Muhammad bin Ismail
Al Amri. 2004. Subulussalam. Beirut: Darelhadith.
[1]Maulana Muhammad Ali, Kitab Hadits Pegangan, (Jakarta:Darul Kutibul
Islamiyah,1992), hlm.385.
[2]Tuengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Mutiara Hadits 1, (Semarang:
2002), hlm 151
[3] Al Hafidz Ibnu Hajar al Asqalani, Terjamah lengkap
Bulughul Maram, (Jakarta : akbar,2009), hlm 663
[4] Musthofa Muhammad Umaroh, Jaurohirul Bukhori, ( Mesir: Dharulfikri,1993),
hlm.170.
[6]
Muhammad Abdul Aziz Al Khauli, Menuju Akhlak Nabi,
(Semarang:Pustaka Nuun, 2006), 74-75
[7]
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shidieqi, Mutiara Hadits1 ,
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm 151
[8]Syaih Imam Muhammad bin Ismail Al Amri Yamnisshona’i, Subulussalam, (Beirut:
Darelhadith 2004), hlm 205-207