AKAD
BORONGAN DALAM JUAL BELI
DAN JUAL
BELI VALUTA ASING
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Masailul Fiqhiyah Haditsah
Dosen Pengampu : Amin Farih, M. Ag.
Disusun Oleh:
RIMA RIANI
(113111140)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
I.
PENDAHULUAN
Dalam hidup ini manusia
hampir tidak dapat lepas dari segala aktivitas yang memerlukan materi. Baik
dalam kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Semakin pesat kemajuan saat
ini, membawa dampak juga pada sistem perekonomian. Banyak orang melakukan transaksi
bisnis ke luar negeri. Adanya perdagangan barang-barang kebutuhan komoditi
antar negara yang bersifat internasional. Perdagangan (eksport-import) ini
tentu memerlukan alat uang yang masing-masing negara mempunyai ketentuan
sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan
diantara negara-negara tersebut sehingga timbul perbandingan nilai mata uang
antar negara.
Masyarakat juga
menginginkan segala hal yang praktis, cepat dan menguntungkan dalam hal
bertransaksi. Islam merupakan agama yang universal dimana tidak hanya mengatur
hubungan hamba dengan Tuhannya melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan
manusia dan juga mengatur hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana hukum akad borongan dalam jual beli?
B.
Bagaimana hukum jual beli valuta asing?
III.
PEMBAHASAN
A.
Hukum akad borongan dalam jual beli
Kata ‘aqad dalam istilah bahasa berarti ikatan dan
tali pengikat. Sedangkan dalam terminologi ahli bahasa akad mencakup makna
ikatan, pengokohan dan penegasan dari satu pihak atau kedua belah pihak.
Menurut kalangan ulama fiqh akad adalah setiap ucapan yang keluar sebagai
penjelas dari dua keinginan yang ada kecocokan.[1]
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa aqad merupakan suatu perbuatan
yang sengaja dibuat oleh dua orang atau lebih berdasarkan keridhaan
masing-masing.
Rukun-rukun akad adalah
sebagai berikut:
1.
Aqid ialah orang yang berakad,
terkadang masing-masing pihak terdiri dari satu orang, terkadang terdiri dari
beberapa orang. Misalnya penjual dan pembeli beras di pasar yang biasanya
masing-masing pihak satu orang, ahli waris sepakat untuk memberikan sesuatu
kepada pihak yang lain yang terdiri dari beberapa orang. Seseorang yang berakad
terkadang orang yang memiliki haq (aqid ashli) dan terkadang merupakan
wakil dari yang memiliki haq.
2.
Ma’qud Alaih ialah benda-benda yang
diakadkan, seperti benda-benda tang dijual dalam akad jual beli, dalam akad
hibbah (pemberian), dalam akad gadai, utang yang dijamin seseorang dalam akad
kafalah.
3.
Maudhu al ‘aqd ialah tujuan atau maksud
pokok mengadakan akad. Berbeda dari akad, maka berbedalah tujuan pokok akad.
Dalam akad jual beli tujuan pokoknya adalah memindahkan barang dari pemberi
kepada yang diberi untuk dimilikinya tanpa ada pengganti (‘iwadh).
Tujuan pokok akad ijarah adalah memberikan manfaat dengan adanya pengganti.
Tujuan pokok i’arah adalah memberikan manfaat dari seseorang kepada orang lain
tanpa ada pengganti.
4.
Shighat al ‘aqd ialah ijab dan qabul,
ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad
sebagai gambaran kehendaknya dalam akad, sedangkan qabul ialah perkataan yang
keluar dari pihak berakad pula, yang diucapkan setelah adanya ijab. Pengertian
ijab qabul dewasa ini ialah bertukarnya sesuatu dengan yang lain sehingga
penjual dan pembeli dalam membeli sesuatu terkadang tidak berhadapan, misalny
sesorang yang berlangganan majalah Panjimas pembeli mengirimkan uang
melali pos wesel dan pembeli menerima majalah tersebut dari petugas pos.[2]
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam berbagai
macam akad adalah:
a.
Ahliyatul ‘aqidaini (kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak atau mampu).
b.
Qabiliyatul mahallil aqdi li hukmihi (yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya).
c.
Al waliyatus syari’iyah fi maudlu’il ‘aqdi (Akad itu diizinkian oleh syara’, dilakukan oleh orang
yang mempunyai hak melakukannya dan melaksanakannya walaupun dia bukan aqid
yang mremiliki barang).
d.
Alla yakunal ‘aqdu au maudlu’uhu mamnu’an binashshin
syar’iyin (janganlah akad itu yang
dilarang syara’). Seperti bai’ mulamasah, bai’ munabadzah yang banyak
dibicarakan dalam kitab-kitab hadist.
e.
Kaumul ‘aqdi mufidan (akad itu memberi faedah).
f.
Baqaul ijabi shalihah ila mauqu’il qabul (ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi
qobul).
g.
Ittihadu majlisil aqdi (bertemu di majlis akad). Karenanya, ijab menjadi batal
apabila sampai kepada berpisah yang seorang dengan yang lain, dan belum ada
qabul. Syarat yang ketujuh ini disyaratkan olah mazhab Asy Syafi’i, tidak
terdapat dalam mazhab-mazhab lain.[3]
Syarat barang yang
diperjualbelikan:
1.
Suci
2.
Dapat dimanfaatkan
3.
Kepemilikan orang yang berakad atas barang tersebut
4.
Kemampuan untuk menyerahkan barang
5.
Diketahui keadaan barang yang dijual baik zat, jumlah dan
sifat.
6.
Barangnya sudah berada di tangan pemiliknya.[4]
Jual beli yang secara
bahasa berarti memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling
mengganti. Rukun jual beli ada tiga: kedua belah pihak yang berakad, yang
diakadkan, dan lafal. Jual beli borongan adalah jual beli yang bisa ditakar,
ditimbang atau dihitung secara borongan tanpa ditakar, ditimbang atau dihitung
akan tetapi menggunakan sisitem taksiran.
Para ulama sepakat atas
bolehnya jual beli secara borongan berdasarkan hadist,
عن ابن عمر : ان ر سول الله صلي الله عليه وسلم قا ل : من
اشتراى طعاما فلا يبعه حتى يستو فيه (روه مسلم)
“dari
Abdullah bin Umar, dia berkata,”Dahulu kami (para sahabat) membeli makanan
secara taksiran, maka Rasulullah melarang kami menjual lagi sampai kami
memindahkannya dari tempat belinya.”
Dalam hadist tersebut,
terdapat indikasi bahwa jual beli sistem borongan itu merupakan salah satu
sistem jual beli yang dilakukan oleh para sahabat pada zaman Rasulullah SAW dan
beliau tidak melarangnya. Hanya saja beliau melarang untuk menjualnya kembali sampai
memindahkan dari tempat semula.[5]
Jual beli dengan sistem
borongan lebih sering dialami oleh para petani. Misalnya dalam menjual kentang
yang masih dilahan persawahan yang luasnya mencapai beberapa hektar petani
menjualnya dengan sistem borongan. Dalam hal ini jual beli dengan sistem borong
akan memudahkan petani. Allah telah berfirman:
( $tBur @yèy_ ö/ä3øn=tæ Îû ÈûïÏd9$# ô`ÏB 8ltym 4 tÇÐÑÈ
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama suatu kesempitan. (QS AL Hajj:78)
Pemborongan adalah
termasuk akad istishna’ (transaksi yang menyerupai perburuan) yang
diperbolehkan menurut madzhab Hanafi, atau termasuk bai’ maushuf fi dzimmah
yang termaktub dalam madzhab Syafi’i dan termasuk akad salam jika memakai syighot
salam. Semua akad tersebut hukumnya sah.
Disebutkan dalam kitab Al
Muamalat hal 6
الإستصناع هو طلب
شيء خاص على وجه مخصوص ما د ته من طرف الصا نع كا ن يطلب شخص من أخر صنع طواث
أوخفلف أوما شا كل ذلك مادته من طرف الصال نع – إلى أن قال – فهو جا ءز في كل جرى
التعا مل با ستصنا عه لا غيراه
Dan dalam Al Bajuri juz I
hal. 342
والثا ني من الأشياءبيع شيءموصوف فو الذمة ويسمى هذا با لسلم . ( قوله : ويسمى
هذا با لسلم ) هذا مبني على القول بأن البيع في الذ مة سلم ولو بلفظ البيع ,
وهوضعيف , والمعتمد أنه لايكون سلما إلاإذاكا ن بلفظ السلم أوالسلف , وأماإذكان
بلفظ البيع فهو بيع لاسلم , فلا تجري فيه أحكام السلم من اشتراط قبض رأس المال في
المجلس وعدم الحو الة به وعليه ونحو ذلك .[6]
B.
Hukum jual beli valuta asing
Dalam syariat Islam jual
beli adalah pertukaran harta tertentu dengan harta lain berdasarkan keridhaan
antara keduanya, jual beli itu di syariatkan berdasarkan konsensus kaum muslim
karena kehidupan manusia tidak bisa tegak tanpa jual beli. Seperti yang disebutkan
dalam Al Quran surat Al Baqoroh 275.
¨@ymr&ur
ª!$#
yìøt7ø9$#
tP§ymur (#4qt/Ìh9$#
4
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.
Yang
dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperi dolar Amerika,
poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya.
Apabila antara negara terjadi perdagangan internasional maka tiap negara
membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri yang dalam dunia
perdagangan disebut devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa
dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa untuk
mengimpor dari luar negeri.
Dengan
demikian akan timbul penawaran dan permintaan di bursa valuta asing. Setiap negara berwenang penuh menetapkan kurs uangnya masing-masing
(kurs adalah perbandingan nilai uangnya terhadap mata uang asing) misalnya 1
dolar Amerika = Rp. 12.000. Namun kurs uang atau perbandingan nilai tukar
setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi negara
masing-masing. Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan
di Bursa Valuta Asing.[7]
Fatwa
Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 28/DSN-MUI/III/2002,
tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf).
MENIMBANG :
a. Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi
berbagai keperluan, seringkali diperlukan transaksi jual-beli mata uang
(al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan
jenis.
b. Bahwa dalam 'urf tijari (tradisi perdagangan)
transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang status
hukumnya dalam pandang ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk
lain.
c. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut
dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa
tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman.
Mengingat
: "
Firman Allah, QS. Al-Baqarah[2]:275: "...Dan Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba..." " Hadis nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa'id
al-Khudri:Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh
dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)' (HR. al-baihaqi dan
Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
" Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari 'Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: "(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.".
" Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: "(Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.". " Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.
" Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari 'Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: "(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.".
" Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: "(Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.". " Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.
MEMPERHATIKAN :
1. Surat dari pimpinah Unit Usaha Syariah
Bank BNI no. UUS/2/878
2.
Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14
Muharram 1423H/ 28 Maret 2002.
MEMUTUSKAN
Dewan Syari'ah Nasional Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF). Pertama : Ketentuan Umum Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
Dewan Syari'ah Nasional Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF). Pertama : Ketentuan Umum Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tidak untuk
spekulasi (untung-untungan).
b. Ada kebutuhan
transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
c. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya
harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
d. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar
(kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.
Jual beli valuta asing diperbolehkan karena
transaksinya telah memenuhi syarat rukun jual beli menurut islam, antara lain
yang terpenting adalah sebagai berikut:
1. Ada Ijab-Qobul: Ada perjanjian untuk
memberi dan menerima.
a. Penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar
tunai.
b. Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan
dan utusan.
c. Pembeli dan penjual mempunyai wewenang penuh
melaksanakan dan melakukan tindakan-tindakan hukum (dewasa dan berpikiran
sehat).
2. Memenuhi syarat
menjadi objek transaksi jual-beli seperti yang sudah tercantum diatas
Jual
beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus
diterangkan sifat-sifatnya atau ciri-cirinya. Kemudian jika barang sesuai
dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi jika tidak sesuai
maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan
jual belinya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu
Hurairah:
من سترئ شيتالم يرهفله الخيارإذا راه
“Barang
siapa yang membeli sesuatu yang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika
ia telah melihatnya"[8]
Jenis-jenis transaksi valas:
1. Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan
penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter)
atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah
boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses
penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.
2. Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian
dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan
diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2×24 jam sampai dengan satu
tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang
diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal
harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang
disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang
tidak dapat dihindari (lil hajah).
3. Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian
atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian
antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena
mengandung unsur maisir (spekulasi).
4. Transaksi OPTION
yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual
yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan
jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung
unsur maisir (spekulasi).[9]
Apabila mata uang yang
ditukarkan sejanis seperti emas dengan emas, perak dengan perak, real arab
Saudi dengan real arab Saudi, maka wajib memenuhi dua hal yaitu mempunyai
ukuran yang sama dan diserahterimakan dimajelis akad. Apabila kedua syarat atau
salah satunya tidak dipenuhi, maka mengandung riba. Apabila jenis mata uang
tersebut berbeda, seperti menjual mas dan perak, real arab Saudi dengan mata
uang mesir, maka harus memenuhi satu syarat, yaitu harus ada serah terima
secara langsung ditempat akad, dan dibolehkan ada selisih atau perbedaan
jumlah. Berdasarkan sebuah hadits Nabi Saw:
عن عبادة بن الصامت عن النبى صل الله
عليه وسلم قال: الذهب بالذهب والفضة بالفضة والبر بالبر والشعير بالشعير والتمر
بالتمر والملح بالملح مثلا بمثل سواء بسواء يدا بيد فاذا اختلف هذه الا صناف
فبيعوا كيف شئتم اذا كان يدا بيد.
(رواه
احمد ومسلم(
“Dari ‘ubadah Bin shamad, dari Rasulullah Saw
baersabda: emas dengan emas, perak dengan perak, gandum merah dengan gandum
merah, gandum putih dengan gandum putih, kurma dengan kurma, garam dengangaram,
sebanding, sama dan tunai, tetapi bila berbeda jenisnya, maka juallah sesukamu
dengan syarat apabila tunai dengan tunai.”[10]
Beberapa praktik
perdagangan yang dewasa ini biasa dilakukan di pasar valuta asing konvensional
harus dihindari antara lain sebagai berikut. Pertama, perdagangan tanpa
proses penyerahan (future non delivery trading) seperti margin
trading yaitu jual beli valas yang tidak diikuti dengan pergerakan dana dan
yang diperhitungkan sebagi keuntungan atau kerugian aadalah selisih bersih
(margin) antara harga beli/jual suatu jenis valuta pada saat tertentu dengan
harga jual beli valuta asing yang bersangkutan pada akhir masa transaksi. Kedua,
spekulasi valas melalui transaksi spot maupun forward (penyerahan
mendatang/berjangka), melakukan penjualan melebiihi jumlah yang dimiliki maupun
dibeli (oversold) dan melakukan transaksi swap yaitu pembelian
dan penjualan secara bersamaan sejumlah tertentu mata uang dengan dua tanggal
yang berbeda.[11]
لاَ تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ ،
وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ ، وَلاَ تَبِيعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ
إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ ، وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ ، وَلاَ
تَبِيعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ. رواه البخاري ومسلم
“Janganlah engkau menjual emas ditukar dengan emas melainkan sama
dengan sama, dan janganlah engkau melebihkan salah satunya dibanding lainnya.
Janganlah engkau menjual perak ditukar dengan perak melainkan sama dengan sama,
dan janganlah engkau melebihkan salah satunya dibanding lainnya. Dan janganlah
engkau menjual salah satunya diserahkan secara kontan ditukar dengan lainnya
yang tidak diserahkan secara kontan.” (Riwayat Al Bukhary dan Muslim
Demikianlah
Syari’at Islam mengajarkan kita dalam jual
beli emas,
perak dan yang serupa dengannya, yaitu mata uang yang ada pada zaman kita
sekarang ini. Pembayaran harus dilakukan dengan cara kontan alias tunai dan
lunas tanpa ada yang terhutang sedikitpun.
Hukum ini merupakan hukum yang telah disepakati oleh seluruh ulama’ dalam setiap mazhab fiqih.[12]
ANALISIS
Hukum ini merupakan hukum yang telah disepakati oleh seluruh ulama’ dalam setiap mazhab fiqih.[12]
ANALISIS
Jual beli borongan adalah
jual beli yang bisa ditakar, ditimbang atau dihitung secara borongan tanpa
ditakar, ditimbang atau dihitung akan tetapi menggunakan sistem taksiran. Jual
beli dengan sistem borongan diperbolehkan dengan syarat-syarat yang sudah
disebutkan dan kedua belah pihak tidak merasa dirugikan. Valuta asing diperbolehkan
dalam Islam apabila transksinya telah memenuhi syariat Islam. Valuta asing
merupakan suatu alat pembayaran yang sngat penting dalam perdagangan
internasional antar Negara. Karena secara otomatis ketika terjadi perdagangan
internasional antar Negara, maka tiap Negara membutuhkan valuta asing untuk
alat pembayaran. Kemudian dari situlah tejadi penawaran dan permintaan devisa
dan setiap Negara berwenang penuh unuk menetapkan kurs uangnya
masing-masing.akan tetapi kita sebagai Negara yang mayoritas Islam kita harus
tetap harus berpegang teguh pada ajaran islam.
IV.
KESIMPULAN
Jual beli borongan sah jika memenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat yang
menjadikan sahnya jual beli tersebut dan juga kedua belah pihak tidak merasa
dirugikan. Transaksi jual beli beli valas yang terdapat beberapa jenis tidak
semuanya diperbolehkan dalam islam. Jual beli valuta asing diperbolehkan dalam
islam karena transaksi ini telah memenuhi syarat rukun jual beli. Dari beberapa
jenis transaksi jual beli valas transaksi yang boleh dilakukan adalah transaksi
spot karena transaksi ini dilakukan pada saat itu juga.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini saya buat, semoga
dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan tentang akad borongan dalam jual beli
dan jual beli valuta asing. Saya sarankan agar pembaca mencari referensi lain
untuk menambah wawasan Anda. Saya mohon
maaf apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan baik dalam segi tulisan, tanda baca, maupun
kesalahan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Pengantar
Fiqih Muamalah. 2010. Semarang: Pustaka Rizki Putra
Azam, Abdul Aziz
Muhammad. Fiqih Muamalat. 2010.
Jakarta: Amzah
Kumpulan Hasil Musyawarah. Bahtsul Masail. 2004.Rembang: PP Al Anwar
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah. 2009. Jakarta: Cakrawala Publishing
Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. 2010. Jakarta: Raja GrafindonPersada
Utomo, Setiawan Budi. Fiqih
Aktual. 2003. Gema Insani
Zuhdi,Masyfuk . Masail Fiqhiyah. 1990. Jakarta: Haji Masagung
http://www.konsultasisyariah.com/jual-beli-mata-uang-fatwa-mui/#ixzz2F8XBbCKx 15 Desember 2012, 23.00
[3] Teungku Muhammad
hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah (Semarang, Pustaka Rizki Putra:
2010), hlm 29
[12] http://www.konsultasisyariah.com/jual-beli-mata-uang-fatwa-mui/#ixzz2F8XBbCKx 15 Desember 2012, 23.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar